Peredaran minuman keras (miras) ilegal di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah menjadi persoalan serius. Puncaknya terjadi pada Oktober 2024, ketika seorang santri menjadi korban penusukan oleh pelaku yang diduga mabuk berat. Peristiwa ini menjadi pemicu aksi protes dari masyarakat, termasuk demonstrasi besar-besaran di depan Polda DIY.

Merespon keresahan masyarakat, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman segera bertindak dengan memperkuat regulasi berbasis Perda Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol serta Pelarangan Minuman Oplosan, dan Perbup Nomor 10 Tahun 2023 sebagai pelaksanaannya.
Setelah Instruksi Gubernur DIY Nomor 5 Tahun 2024 diterbitkan, Pemkab Sleman langsung mengeluarkan dua kebijakan penting: Surat Edaran Bupati Nomor 0681 Tahun 2024 dan Instruksi Bupati Nomor 097 Tahun 2024. Kedua kebijakan ini menjadi landasan untuk memperkuat pengendalian dan pengawasan miras, termasuk pelarangan minuman oplosan.
Surat Edaran Bupati Nomor 0681 Tahun 2024 ditujukan kepada kepala perangkat daerah, lurah, dan masyarakat Sleman, agar secara aktif terlibat dalam pengawasan dan pengendalian miras, baik dalam bentuk pelaporan indikasi pelanggaran maupun sosialisasi dampak buruk miras. Sementara itu, Instruksi Bupati Nomor 097 Tahun 2024 memiliki cakupan yang lebih luas, melibatkan panewu, perangkat kalurahan, organisasi masyarakat, pelaku usaha, hingga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Instruksi ini mengatur peran lintas sektor untuk memastikan pengendalian miras dilakukan secara menyeluruh.
Penjabat Sementara (Pjs) Bupati Sleman, Kusno Wibowo, menjelaskan pentingnya langkah kolaboratif ini. “Untuk pelaksanaan instruksi ini, kami sedang menyusun tim pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol dan pelarangan minuman oplosan, yang terdiri dari lintas sektor hingga ke tingkat kalurahan. Tim ini dibentuk agar pelaksanaan pengendalian miras lebih efektif,” ungkap Kusno, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/11/2024).
Kusno menambahkan bahwa tim ini akan mulai beroperasi pada minggu berikutnya untuk mengimplementasikan kebijakan dengan optimal. Sebagai langkah awal implementasi kebijakan pengendalian minuman beralkohol, Pemkab Sleman bersama Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dan Satpol PP Sleman melakukan inventarisasi usaha penjualan miras di wilayahnya.
Hasil pendataan menunjukkan terdapat 18 usaha yang mengantongi izin resmi, sementara 83 usaha lainnya beroperasi tanpa izin. Data ini menjadi dasar untuk menentukan target penertiban, dengan prioritas pada usaha ilegal yang berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat. Inventarisasi ini berlanjut dengan operasi penertiban serentak pada 31 Oktober 2024, yang melibatkan jajaran Polresta Sleman, perangkat kapanewon, dan kalurahan. Operasi ini dilakukan di 17 kapanewon dan berhasil menutup 62 outlet miras ilegal.
Kepala Satpol PP Sleman, Shavitri Nurmala Dewi, menjelaskan bahwa penertiban ini merupakan bagian dari implementasi Instruksi Bupati Nomor 097 Tahun 2024 dan Perbup Nomor 10 Tahun 2023. “Kegiatan ini dilakukan untuk menegakkan hukum sekaligus menjaga ketertiban masyarakat. Kami fokus pada penertiban outlet tanpa izin, dan sisanya akan menjadi target operasi berikutnya,” jelasnya.
Operasi ini tidak hanya menargetkan lokasi yang diketahui publik, tetapi juga mencakup daerah strategis seperti Kapanewon Mlati dan Pakem, yang selama ini dikenal sebagai pusat peredaran miras ilegal. Berdasarkan laporan Polresta Sleman, sejumlah barang bukti berupa berbagai merek minuman keras tanpa izin telah disita dari beberapa outlet.
“Outlet yang ditemukan melanggar langsung kami segel dengan garis polisi, sementara pemilik usaha akan diberikan pembinaan lebih lanjut,” ujar Kapolresta Sleman, Kombes Pol Yuswanto Ardi.
Saat pemeriksaan berjalan, sebagian outlet miras memang sedang dalam kondisi tutup, seperti yang terjadi di Kapanewon Depok, namun kegiatan penyelidikan dan pembinaan tetap berlangsung aman dan kondusif. Pemkab Sleman juga menegaskan bahwa operasi ini merupakan bagian dari langkah berkelanjutan dalam menertibkan seluruh usaha miras ilegal di wilayahnya yang juga bekerja sama dengan masyarakat dan aparat penegak hukum.
Celah Dibalik Pengendalian Miras
Meskipun Pemkab Sleman telah mengambil langkah tegas untuk menanggulangi peredaran miras ilegal, Pemkab menghadapi beberapa hambatan. Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah sistem perizinan daring yang mengizinkan proses pengajuan izin usaha miras tanpa pengawasan yang ketat. Sistem Online Single Submission (OSS) memungkinkan izin untuk dikeluarkan hanya dengan beberapa klik, tanpa memerlukan kontrol yang ketat dari pemerintah daerah.
Hal ini menjadi celah besar yang dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. “Dengan adanya OSS, izin bisa langsung keluar hanya dengan klik. Padahal, di banyak daerah, regulasi sudah jelas melarang peredaran miras di sejumlah lokasi, seperti dekat sekolah dan tempat ibadah. Ini celah besar yang harus segera ditutup,” ujar Anggota DPRD Sleman, Surana.
Penjualan miras secara daring, tidak luput dari perhatian wakil rakyat. Keberadaan platform daring yang menjual miras tanpa aturan yang jelas menjadi tantangan besar bagi pemerintah daerah untuk menegakkan hukum secara efektif. “Penjualan online miras ini sangat sulit dilacak. Kita tidak tahu siapa penjualnya, di mana transaksinya, dan siapa yang membeli,” tambah Surana.
Selain masalah perizinan, keterlibatan oknum aparat penegak hukum juga menjadi hambatan serius. Menurut Surana, keberadaan oknum yang terlibat dalam praktik ilegal ini memperburuk situasi. “Kadang-kadang, ada oknum aparat yang justru mem-back up pelanggaran. Ketika kami mau melakukan penggerebekan, mereka sudah tahu duluan. Ini hambatan besar yang harus segera diatasi,” ujarnya dengan tegas.
Surana menambahkan bahwa untuk mengatasi masalah ini, perlu ada reformasi dalam sistem pengawasan terhadap aparat penegak hukum. “Kita membutuhkan peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses penegakan hukum. Tanpa itu, sulit untuk mewujudkan pengawasan yang bersih dan efektif,” jelasnya.
Ia juga menegaskan pentingnya pembentukan tim khusus yang dapat bekerja secara independen untuk memastikan bahwa penegakan hukum berjalan dengan jujur dan tanpa campur tangan yang tidak seharusnya. Diharapkan agar semua pihak dapat bekerja sama dalam menekan peredaran miras ilegal di Sleman.
Bagi Surana, miras ilegal bukan hanya sekadar persoalan hukum, tetapi juga memberikan dampak serius pada masyarakat, khususnya generasi muda. Anak-anak muda yang mengonsumsi miras cenderung lebih mudah terjerumus dalam perilaku menyimpang, seperti kenakalan remaja hingga tindak kriminal. Insiden penusukan yang terjadi pada Oktober 2024 menjadi salah satu contoh nyata dari ancaman miras ilegal yang tidak bisa dianggap remeh.
Surana menekankan bahwa kebijakan yang lebih tegas, sosialisasi yang masif, serta pengawasan ketat harus segera diterapkan untuk mengatasi persoalan ini. Upaya ini bukan hanya bertujuan untuk menegakkan aturan, tetapi juga melindungi masa depan generasi muda dan menjaga citra Sleman sebagai bagian dari kota pelajar. Menurutnya, Sleman harus terbebas dari peredaran miras ilegal agar dapat menjadi wilayah yang aman, nyaman, dan tetap mencerminkan identitasnya.
Lebih lanjut, ia berharap pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat dapat bekerja sama dalam menyelesaikan masalah ini. Dengan adanya kebijakan yang lebih tegas, peningkatan koordinasi antar pihak, dan partisipasi aktif dari masyarakat, Surana optimis bahwa Sleman bisa terbebas dari ancaman miras ilegal dan kembali menjadi kebanggaan sebagai bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta.