Miras di Sleman: Suara Pemuda dan Pandangan Sosiolog

Sumber: Pinterest

Sleman – Budaya masyarakat Indonesia, dimana banyak orang merasa bahwa aturan bisa dilanggar, menjadi salah satu faktor tidak terkendalinya peredaran minuman keras (miras) belakangan ini. Pola ‘konsumsi’ masyarakat yang berkembang dan celah aturan tak luput menjadi pendorong.

“Dari segi sosiologi, masalah penjualan miras ini dipengaruhi oleh budaya yang ada di Indonesia, dimana banyak orang merasa bahwa aturan dapat dilanggar,” ungkap Dosen Sosiologi Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Askuri, Selasa (19/11/2024).

Meskipun penjualan miras dilarang secara umum, tetap ada outlet tertentu seperti kafe dan restoran yang menjualnya. Salah satu cara untuk menanggulangi masalah ini adalah dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat, terutama mahasiswa, bahwa mengonsumsi miras dapat merusak masa depan mereka. 

”Kami berusaha menanamkan nilai-nilai ini melalui berbagai saluran, seperti penyuluhan di kampus, serta keteladanan dari orang tua dan dosen. Penyadaran ini harus dilakukan sejak dini, namun juga bisa dilakukan setelah kejadian untuk memperbaiki sikap dan perilaku. Terpenting adalah penyadaran yang terus-menerus, agar generasi muda memahami betul akibat buruk dari mengonsumsi miras,” kata Askuri.

Askuri menilai untuk mengatasi masalah miras ini, solusi paling efektif adalah melalui edukasi dan penyadaran masyarakat. Menanamkan nilai-nilai positif tentang bahaya miras sangat penting agar generasi muda tidak terjerumus. 

”Meskipun tidak semua orang bisa dijangkau oleh edukasi, kita tetap harus berjuang untuk memberikan dampak positif. Kita harus mengingat bahwa dunia ini tidak hanya dipenuhi dengan orang baik, tapi juga orang yang belum sadar. Oleh karena itu, perjuangan untuk memperbaiki keadaan harus terus dilakukan, dengan harapan kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih baik,” ujarnya.

Celah Aturan yang Dimanfaatkan

Salah satu cara untuk mengendalikan miras adalah dengan membuat sistem pengawasan yang jelas dan terstruktur. Askuri menyarankan agar pemerintah dapat mengatur penjualan miras hanya di tempat yang terkontrol, sehingga penyebarannya dapat lebih mudah diawasi. 

”Sebagai contoh, dalam kasus pelacuran, meskipun kita tidak bisa menghilangkannya sepenuhnya, kita bisa mengaturnya di tempat-tempat tertentu agar lebih mudah diawasi. Ini adalah contoh pengendalian yang lebih efektif, di mana kita tidak melarang sepenuhnya, tetapi mengatur agar bisa diawasi dengan lebih ketat. Begitu pula dengan miras, kita bisa mengaturnya sedemikian rupa agar dapat dikendalikan, dan tidak menyebabkan kerusakan bagi masyarakat,” ujar Askuri.

Askuri juga menyoroti perkembangan teknologi yang ada, menjadi celah tersendiri bagi peredaran miras. Tidak jarang saat ini orang membeli miras melalui aplikasi daring, dan belum sepenuhnya diantisipasi oleh regulasi yang ada.

”Karena belum ada aturan yang mengatur pembelian miras secara online, pemerintah dan pembuat kebijakan harus responsif terhadap perubahan ini. Misalnya, jika seseorang membeli 10 botol miras secara online, kita belum bisa memastikan ke mana barang tersebut akan dibawa,” ungkap Askuri.

Foto Ilustrasi Pakar Sosiolog Bersama Karang Taruna Kabupaten Sleman

Generasi Muda Ambil Peran Perangi Miras

Ketua Karang Taruna Kabupaten Sleman, Samirin mengatakan maraknya toko atau outlet yang menjual minuman keras atau beralkohol di Sleman memberikan dampak negatif, terutama terhadap budaya nasional. Dengan semakin mudahnya akses terhadap minuman beralkohol, tanpa adanya pembatasan umur yang jelas, banyak orang, termasuk yang masih di bawah umur, dapat membeli dan mengonsumsi minuman tersebut. 

”Hal ini tentu berdampak buruk, baik bagi individu maupun masyarakat. Oleh karena itu, Karang Taruna Kabupaten Sleman sangat menghimbau kepada masyarakat dan teman-teman di Karang Taruna untuk memberikan pembinaan kepada mereka yang terlibat dalam konsumsi alkohol. Kami berupaya agar mereka menyadari dampak negatif dari alkohol dan tidak bertindak secara arogan setelah mengonsumsinya,” ungkap Samirin.

Samirin menyebut pihak Karang Taruna pun mencoba melakukan sosialisasi secara berkala, terutama dalam kegiatan-kegiatan yang melibatkan anak muda, baik di tingkat kelurahan maupun di tingkat Karang Taruna. ”Walaupun ini bukan bagian dari program utama, namun setiap kali ada kegiatan yang melibatkan pemuda, kami selalu menyisipkan pesan tentang bahaya minuman beralkohol,” ujar Samirin.

Pihaknya juga memanfaatkan media sosial untuk kampanye dan edukasi, agar pesan ini dapat menjangkau lebih banyak orang, terutama generasi muda. ”Misalnya, kami mengingatkan mereka agar tidak mendekati atau terlibat dalam pergaulan yang berkaitan dengan alkohol. Kami juga mendorong mereka untuk memberikan peringatan jika melihat teman yang sudah mengonsumsi alkohol, terutama jika mereka terlihat dalam kondisi yang membahayakan diri sendiri,” kata dia.

Samirin mengatakan Karang Taruna Sleman sangat prihatin dengan fenomena maraknya miras ini. Sebagai bagian dari tugas Karang Taruna dalam mencegah kenakalan remaja, pihaknya selalu berupaya memberikan pembinaan mental dan spiritual kepada para pemuda, agar mereka tidak mudah terjerumus dalam perilaku yang merugikan, seperti konsumsi alkohol. 

”Biasanya, mereka yang terlibat dalam alkohol memiliki masalah atau tekanan tertentu dalam kehidupan mereka. Kami mencoba memberikan gambaran yang lebih baik tentang alternatif kegiatan yang lebih positif, seperti kegiatan ekonomi produktif, olahraga, atau seni, yang dapat mengalihkan perhatian mereka dari hal-hal yang negatif. Kami juga mendorong para remaja dan anggota Karang Taruna untuk lebih produktif dan menjalani aktivitas yang bermanfaat bagi diri mereka dan masyarakat,” ungkapnya.

Kegiatan Karang Taruna